Friday 19 June 2015

Ada Banyak Manfaat Berbuka dengan Buah Kurma




Selama menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan biasanya tubuh akan mengalami beberapa gangguan kesehatan ringan seperti sakit kepala, rendah kadar gula dalam darah, lemas, dan kurang energi. Gangguan-gangguan kesehatan tersebut dapat dihindari dengan mengatur pola makan saat sahur dan berbuka, salah satunya adalah dengan mengonsumsi buah kurma. Secara terperinci berikut manfaat yang dapat kita terima jika rutin mengkonsumsi kurma pada saat berbuka:

1. Buah kurma sangat mudah dicerna, jadi ketika dimakan pada saat berbuka tidak akan membuat perut yang kosong bekerja secara berlebihan. 

2. Mengonsumsi buah kurma pada saat berbuka dapat mengurangi rasa lapar berlebih sehabis berpuasa, sehingga membuat kita tidak makan dalam jumlah besar saat berbuka yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan tubuh. 

3. Dengan mengonsumsi kurma sebagai pembuka akan membantu mempersiapkan perut dalam menerima makanan setelah kosong sepanjang hari. 

4. Buah kurma mengandung nutrisi yang sangat penting bagi tubuh seperti gula yang dapat dengan cepat mengembalikan energi dan vitalitas tubuh yang berkurang selama berpuasa. 

5. Karena kandungan seratnya yang tinggi kurma dapat membantu mencegah terjadinya konstipasi, salah satu masalah yang sering timbul pada saat berpuasa. 

6. Kandungan garam yang bersifat alkali pada kurma dapat membantu mengatur kadar asam dalam darah yang biasanya meningkat karena terlalu banyak mengkonsumsi daging dan karbohidrat.
-----------
Jadi gimana, udah tersedia kurma di rumah? senyum

GLOMERULONEFRITIS AKUT



GLOMERULONEFRITIS AKUT

KONSEP DASAR MEDIS
1.      DEFINISI
Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptokok. Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun (pada awal usia sekolah). Lebih sering mengenai anak laki-laki dari pada wanita dengan perbandingan 2 : 1 (Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 487).
Glumerolunefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan pada kapiler glumerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan. (Nastiyah, 1997 : 125).

2.      ETIOLOGI
Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama 10 hari. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis, trombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosis.hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
  1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina.
  2. Diisolasinya kuman sterptococcus beta hemolyticus golongan A.
  3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.

3.      PATOFISIOLOGI
3.1    Suatu reaksi pada radang glomerulus dengan sebukan leukosit dan proliferasi sel, serta oksidasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruangan blowman.
3.2    Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon ilmunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan anti bodi dengan mikroorganisme, yaitu streptococcus.
3.3    Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang mana akan menurunka filtrasi glomerulus, insufisiensi renal dan permeabilitas kapiler, sehingga molekul yang besar seperti protein diekspresikan dalam urin (proteinuria).

Infeksi/ Penyakit
(Streptococurs β hemoliticus grup A)
Migrasi sel-sel radang ke dalam glomerular
Pembentukan kompleks antigen-antibodi dalam dinding kapiler
Deposit, complement dan ant trass netrofit netrofil dan monosit
Add caption

 
4.      PATOLOGI
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena sehingga dapat disebut “glumerulus difus”. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler danruang simpai bowmans menutup. Disamping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan  monusit.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di sub epitelum yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen streptokokus.

5.      MANIFESTASI KLINIS
5.1        Riwayat infeksi saluran nafas atau otitis media.
5.2        Hematuria (darah dalam urine)
5.3        Proteinuria (protein dalam urine)
5.4        Edema ringan terbatas disekitar mata atau seluruh tubuh
5.5        Hypertensi (terjadi pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan normal kembali pada akhir minggu pertama juga).
5.6        Mungkin demam
5.7        Gejala gastrointestinal seperti mual, tidak nafsu makan, diare, konstipasi.
5.8        Fatigue (keletihan/kelelahan)
5.9        Renal insufisiensi
5.10    Menurunnya output urine.

6.      KOMPLIKASI
6.1        Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari
-      Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
-      Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria/anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi di perlukan peritoneum dialisis (bila perlu).

6.2        Ensefalopati hipertensi
-      Merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
-      Gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang.
-      Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
6.3        Gangguan Sirkulasi
-          Seperti : Dispneu, ortonea, terdapatnya ronchi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
-          Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
6.4        Anemia yang timbul karena adanya hiper volemia disamping sintesis eritropoetik yang menurun.

7.      PROGNOSIS
-          Gejala fisik menghilang dalam minggu ke-2 atau ke-3.
-          Tekanan darah umumnya menurun dalam waktu 1 minggu.
-          Kimia darah menjadi normal pada minggu ke-2.
-          Hematuria mikroskopis dan makroskopis dapat menetap selama 4-6 minggu.
-          HJL (Diff Count) menunjukkan kenaikan erotrosit untuk 4 bulan/lebih.
-          LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan.
-          Protein sedikit dalam urin dan menetap untuk beberapa bulan.
-          Diperkirakan 95% akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronik.

8.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
-          LED meningkat.
-          Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retenti garam dan air).
-          Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Bj urine meningkat.
-          Hematuri makroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan :
Albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan hialin.
-          Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin beta- IC) sedikit menurun.
-          Ureum dan kreatinin meningkat.
-          Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja.
-          Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.

9.      PENATALAKSANAAN
9.1  MEDIK
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
                      a.         Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.
                     b.         Pemberian penisilin pada fase akyt.
Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi penyebaran infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat imuntas yang menetap.
                      c.         Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein ( 1 gr/kg BB/hari) dan rendah garam (1 gr/hari).
Makanan lunak dinerikan pada pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal kembali. Bila ada anuria/muntah diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
                     d.         Pengobatan terhadap hipertensi.
                      e.         Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya.
                      f.         Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
                     g.         Bila tidak timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
9.2  KEPERAWATAN
a.       Istirahat mutlak selama 2 minggu.
b.      Pengawasan tanda-tanda vital secara 3x sehari.
c.       Jika terdapat gejala dispnea/ortopnea dan pasien terlihat lemah adalah kemungkinan adanya gejala payah jantung, segera berikan sikap setengah duduk, berikan O2 dan hubungi dokter.
d.      Diet protein 1 gr/kg BB/hari dan garam 1 gr/hari (rendah garam).























KONSEP ASKEP

1.      IDENTITAS
-          Terutama menyerang pada golongan umur 3-7 tahun, lebih sering mengenai anak laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 2:1.
-          Insiden jenis kelamin sama dengan masa laten antara awitan infeksi kulit dan awitan nefritis 3 minggu atau lebih lama. Da usia insiden mencapai puncak antara 2-6 tahun.

2.      RIWAYAT PENYAKIT
             a.      Keluhan Utama     :  Nyeri tumpul pada panggul.
            b.      RPS                       :  Nyeri tumpul pada panggul, sakit kepala, anoreksia, mual, nokturia, proteinuria, edema.
             c.      RPD                      :  Riwayat infeksi streptokokus beta hemolitikus dan sistemi lupus eritomatosus atau penyakit autoimun lain.
            d.      Riwayat kesehatan keluarga.

3.      ADL
3.1      Kebutuhan nutrisi                       :  Anoreksia, mual.
3.2      Kebutuhan eliminasi urine          :  Nokturia, azutemia, hematuria, proteinuria.
3.3      Kebutuhan aktivitas sehari-hari  :  Kelemahan.

4.      PEMERIKSAAN FISIK
a.       Keadaan umum
Tekanan darah umumnya menurun dalam minggu ke-2 / ke-2, kelelahan, tidak nafsu makan, suhu mungkin meningkat.
b.      Mata             :  Odem sekitar mata.
c.       Dada            :  Jantung membesar ® kelainan dimiokardium dan hypertensi yang menetap.
Paru Irama nafas dispneu, ortopneu, terdapat ronchi basah. 
d.      Extremitas    :  Edema di pergelangan kaki pada malam hari.
5.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
-          LED meningkat.
-          Kadar HB menurun.
-          Jumlah urin menurun, BJ urin meningkat.
-          Albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan lialin.
-          Albumin serum menurun (++).
-          Ureum & kreatinin meningkat.
-          Titer anti streptolisin meningkat.

6.      KEMUNGKINAN DX. KEP YANG MUNCUL
(Linda Duall Carpenito, Diagnosa Keperawatan, 2000 :533)
6.1.     Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kekurangan dan/ atau disfungsi ginjal.
6.2.     Resiko kelebihan, volume cairan berhubungan dengan retansi natrium dan air serta disfungsi ginjal.
6.3.     Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan depresi sistem imun.
6.4.     Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, perawatan di rumah.
6.5.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.
6.6.     Perubahan pola eliminasi urin yang berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih atau iritasi pada kandung kemih.
6.7.     Kelelahan /fatique berhubungan dengan anemia.
6.8.     Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan odema.

7.      INTERVENSI
7.1.      Dx. Kep I
-          Tujuan :
Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
-          Kriteria hasil
1.      Taat pada rencana aktivitas.
2.      tekanan darah dalam batas normal tanpa dispneu dan kelemahan serta keluar protein secara berlebihan dengan peningkatan aktivitas. 
-          Intervensi
1.      Pantau kekurangan protein tubuh yang berlebihan (proteinuria, albuminemia).
      R/ : Protein merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh. Penurunan protein dalam tubuh akan menurunkan energi tubuh dan menyebabkan kelemahan.
2.      Gunakan diet protein (1 gr/kg. BB/hari) untuk mengganti kehilangan protein.
      R/ : Tubuh memerlukan komposisi protein yang konsisten dalam metabolismenya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
3.      Beri diet tinggi kalori, tinggi karbohidrat.
      R/ : Kalori dan karbohidrat merupakan sumber energi/ ATP terbesar bagi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
4.      Anjurkan untuk tirah baring.
      R/ : Tirah baring menurunkan kebutuhan oksigen tubuuh dan mengurangi aktivitas yang memperberat kelemahan.
5.      Beri latihan selama pembatasan aktivitas.
      R/ : Meinngkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus oto/ stamina tanpa kelemahan.
6.      Rencanakan cara progesif untuk kembali pada aktivitas normal.
      R/ : Saat inflamasi/ kondisi dasar teratasi, pasien mungkin mampu melakukan aktivitas yang diinginkan kecuali terjadi komplikasi.

7.2.      Dx. Kep II
-          Tujuan
1.      Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema.
2.      Memperlihatkan penurunan edema perifer dan sakral. 
-          Kriteria hasil
Tidak tampak tanda atau gejala kelebihan cairan ditandai dengan berat badan stabil, status mental biasa, bunyi nafas normal, tidak ada edema, dan hipertensi.
-          Intervensi
1.      Awasi denyut jantung.
R/ : Takidardia dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk megeluarkan urine, pembatasan cairan dan perubahan sistem renin-agiotensin.
2.      Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/ : Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
3.      Awasi berat jenis urine
R/ : Berat jenis urine menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan/ meningkatkan urine.
4.      Timbang berat badan setiap hari.
R/ : Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik, peningkatan BB> 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan.
5.      Auskultasi paru dan bunyi jantung
R/ : Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dan gagal jantung kongesti.

7.3.      Dx. Kep. III
-          Tujuan
1.      Memperlihatkan teknik cuci tangan yang sangat cermat pada waktu pulang.
2.      Tidak mengalami tanda/ gejala infeksi.
-          Kriteria hasil
1.      Suhu dan hasil laborat dalam batas normal
2.      Bunyi nafas bersih
3.      Urine berwarna kuning jernih
4.      Kulit kering dan utuh
-          Intervensi
1.      Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf.
R/  :  Menurunkan resiko kontaminasi silang.
2.      Berikan perawatan kateter rutin.
R/  :  Menurunkan kontaminasi dan resiko ASK asenden.
3.      Awasi tanda vital
R/  :  Penmingkatan suhu, nadi dan RR merupakan tanda peningkatan laju metabolik dan proses inflamasi.
4.      Dorong nafas dalam, batuk afektif dan pengubahan posisi sering.
R/  :  Mencegah elaktasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan resiko infeksi paru.
5.      Kolaborasi awasi pemeriksaan laborat, misal leukosit.
R/  :  Peningkatan leukosit dapat mengidentifikasikan infeksi umum.

7.4.      Dx. Kep. IV
-          Tujuan
1.      Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit/ prognosis dan pengobatan.
2.      Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab.
-          Kriteria hasil
Pasien dan/ atau orang terdekat mengungkapkan proses dan progresifitas penyakit, perawatan di rumah, instruksi evaluasi.
-          Intervensi
1.      Kaji ulang proses penyakit, prognosis dan faktor pencetus.
R/  :  Memberikan dasar pengetahuan dimana orang tua dapat membuat pilihan informasi.
2.      Jelaskan tingkat fungsi ginjal.
R/  :  Pasien dapat mengalami defek sisa pada fungsi ginjal yang mungkin sementara.
3.      Diskusikan masalah tentang pemberian diet protein.
R/  :  Metabolik yang terakumulasi dalam darah menurunkan hampir secara keseluruhan dari metabolisme protein, bila fungsi ginjal menurun protein mungkin dibatasi proposinya.
4.      Dorong orang tua untuk mengobservasi karakteristik urine dan frekuensi pengeluaran.
R/  :  Perubahan karakteristik dan frekuensi urine dapat menunjukkan gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan dialisis.

7.5.      Dx. Kep. V
-          Tujuan
1.       Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai.
2.       Menunjukkan peningkatan BB mencapai tujuan dengan nilai laborat normal dan bebas tanda malnutrisi.
-          Kriteria hasil
1.      Berat badan dalam batas normal sesuai tinggi, umur.
2.      Kadar albumin protein total Hb, Hb serum, dan zat besi dalambatas normal.
-          Intervensi
1.      Awasi pemasukan diet/ jumlah kalori
R/  :  Makan banyak sulit mengatur bila pasien anoreksia.
2.      Bersihkan mulut sebelum makan
R/   :  Menghilangkan rasa tak enak sehingga dapat meningkatkan nafsu makan.
3.      Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/   :  Menurunkan rasa penuh pada abdomen da dapat meningkatkan pemasukan.
4.      Awasi berat badan secara periodik
R/  :  Berguna untuk mengukur keefekti terapi dan dukungan cairan.
5.      Dorong makan sedikit dan sering dengan makan tinggi kalori dan karbohidrat.
R/  :  Memaksimalkan pemasukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu/ kebutuhan energi dan menurunkann iritasi gaster.
6.      Kolaborasi berikan obat antimetik
R/  :  Diberikan ½ jam sebelum makan dana dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan.

7.6.      Dx. Kep. VI
-            Tujuan
       Perubahan pola eiminasi dapat teratasi
-            Kriteria hasil
1.      Mampu mengungkapkan pemahamannya mengenai keadaannya.
2.      Menden onstrasikan teknik/ perilaku untuk mencegah/ menurunkan infeksi.
-            Intervensi
1.      Catat frekuensi berkemih, adanya berkemih yang tisak dapat ditahan.
R/ :  Memberikan informasi mengenai derajat gangguan eliminasi atau indikasi adanya infeksi saluran kemih.
2.      Anjurkan untuk minum yang cukup, batasi minum selama sore menjelangn malam dan saat tidur.
R/ :  Hidrasi yang cukup meningkatkan pengeluaran urine dalam membantu dan mencegah infeksi.
3.      Anjurkan pasien untuk mengobservasi sedimen/ marah dalam urine.
R/ :  Merupakan indikasi adanya infeksi yang memerlukan evaluasi/ pengobatan selanjutnya.

7.7.      Dx. Kep. VII
-          Tujuan
1.      Melaporkan perbaikan rasa berenergi
2.      Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
-          Kriteria hasil
1.      Hb dalam batas normal
2.      Wajah tidak pucat
3.      Sklera merah muda
-          Intervensi
1.      Kaji pola istirahat dan tidur selama hospitalisasi
R/ :  Menetukan derajat dari efek ketidakmampuan
2.      Tirah baring 2-3 minggu
R/  :  Mencegah kelebihan berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan.
3.      Atur jadwal akticitas atau itervensi yang tidak menyebabkan gangguan istirahat tidur.
R/  :  Mengubah energi, memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan/ normal.
4.      Berikan aktivitas bermain sesuai dengan tingkat energi anak
R/  :  Memberi tingkat latihan anak sesuai dengan kemampuan
5.      Instruksikan orang tua untuk memberikan intervensi sewakltu mau tidur seperti bercerita
R/  :  Kehadiran orang tua dapat membantu klien untuk merasa nyaman.

7.8.      Dx. Kep. VIII
-          Tujuan
1.      Mempertahankan kulit utuh.
2.      Menunjukkan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan/ cedera kulit.

-          Kriteria hasil
1.      Turgor kulit kembali dalam 1 detik
2.      Tidak ada odema
-           Intervensi
1).    Kaji odema dan tinggikan ekstermitas jika “penting” odema ada.
R/ : Jaringan odema lebih cenderung rusak / robek.
2).    Kaji tanda dan gejala potensial rusak / aktual kerusakan kulit.
R/ : Menandakan area sirkulasi buruk / kerusakan yang dapat menimbulkan pemebtnukan dekubitas / infeksi.
3).    Pertahankan kebersihan perseorangan, mandi setiap hari, penggunaan pelembab kulit dan ganti alat tenun setiap hari.
R/ : Mandi menurunkan gatal, pelembab kulit untuk mengurangi gatal.
4).    Instruksikan orang tua untuk memberikan intervensi sewaktu mautidur seperti bercerita.
R/ : Kehadiran orang tua dapat membantu klien untuk merasa nyaman.

8.      PELAKSANAAN
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi dengan memegang prinsip sebagai berikut :
1).    Mempertahankan toleransi anak terhadap aktivitas sehari-hari.
2).    Mempertahankan cairan tubuh dalam batas normal.
3).    Mencegah terjadinya infeksi.
4).    Meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap penyakit anaknya.
5).    Memenuhi kebutuhan nutrisi klien adekuat.

9.      EVALUASI
Dari setiap tindakan yang dilakukan secara paripurna untuk mengatasi masalah keperawatan akan didapatkan hasil sebagai berikut :
1).    Tujuan tercapai / masalah teratasi.
2).    Tujuan belum tercapai / masalah belum teratasi.




DAFTAR PUSTAKA


1.      Suriadi, Yuliani Rita (2001), Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi I, Fajar Inter Pratama, Jakarta.
2.      Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC.
3.      L. Beta Gelly, A. Sowden Linda (2002), Buku Keperawatan Pediati, Edisi 3, Jakarta, EGC.
4.      Mansjoer, Arif, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3 Edisi 2, Jakarta, EGC.