GLOMERULONEFRITIS AKUT
KONSEP DASAR MEDIS
1.
DEFINISI
Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah reaksi imunologis
pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah
akibat infeksi kuman streptokok. Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun (pada
awal usia sekolah). Lebih sering mengenai anak laki-laki dari pada wanita
dengan perbandingan 2 : 1 (Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 487).
Glumerolunefritis adalah gangguan pada ginjal yang
ditandai dengan peradangan pada kapiler glumerulus yang fungsinya sebagai
filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan. (Nastiyah, 1997 : 125).
2.
ETIOLOGI
Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal, terutama di
traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. antara infeksi bakteri dan
timbulnya GNA terdapat masa laten selama 10 hari. GNA juga dapat disebabkan
oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis, trombosis vena
renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan lupus
eritematosis.hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini ditemukan
pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
- Timbulnya GNA setelah terjadinya
infeksi skarlatina.
- Diisolasinya kuman sterptococcus
beta hemolyticus golongan A.
- Meningkatnya titer
anti-streptolisin pada serum pasien.
3.
PATOFISIOLOGI
3.1
Suatu reaksi pada radang
glomerulus dengan sebukan leukosit dan proliferasi sel, serta oksidasi
eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruangan blowman.
3.2
Gangguan pada glomerulus ginjal
dipertimbangkan sebagai suatu respon ilmunologi yang terjadi dengan adanya
perlawanan anti bodi dengan mikroorganisme, yaitu streptococcus.
3.3
Reaksi antigen dan antibodi
tersebut membentuk imun kompleks yang menimbulkan respon peradangan yang
menyebabkan kerusakan dinding kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah
menjadi mengecil yang mana akan menurunka filtrasi glomerulus, insufisiensi
renal dan permeabilitas kapiler, sehingga molekul yang besar seperti protein
diekspresikan dalam urin (proteinuria).
Infeksi/ Penyakit
(Streptococurs β hemoliticus grup A)
↓
Migrasi sel-sel radang ke dalam glomerular
↓
Pembentukan kompleks antigen-antibodi dalam dinding kapiler
↓
Deposit, complement dan ant trass netrofit netrofil dan monosit
|
Add caption |
4.
PATOLOGI
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan
terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua
glomerulus terkena sehingga dapat disebut “glumerulus difus”. Tampak
proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen
kapiler danruang simpai bowmans menutup. Disamping itu terdapat pula infiltrasi
sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monusit.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana
basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di sub epitelum yang
mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen streptokokus.
5.
MANIFESTASI KLINIS
5.1
Riwayat infeksi saluran nafas
atau otitis media.
5.2
Hematuria (darah dalam urine)
5.3
Proteinuria (protein dalam
urine)
5.4
Edema ringan terbatas disekitar
mata atau seluruh tubuh
5.5
Hypertensi (terjadi pada 60-70
% anak dengan GNA pada hari pertama dan akan normal kembali pada akhir minggu
pertama juga).
5.6
Mungkin demam
5.7
Gejala gastrointestinal seperti
mual, tidak nafsu makan, diare, konstipasi.
5.8
Fatigue (keletihan/kelelahan)
5.9
Renal insufisiensi
5.10
Menurunnya output urine.
6.
KOMPLIKASI
6.1
Oliguria sampai anuria yang
dapat berlangsung 2-3 hari
-
Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus.
-
Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun
oliguria/anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi di
perlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
6.2
Ensefalopati hipertensi
-
Merupakan gejala serebrum
karena hipertensi.
-
Gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang.
-
Hal ini disebabkan karena
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
6.3
Gangguan Sirkulasi
-
Seperti : Dispneu, ortonea,
terdapatnya ronchi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang
bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma.
-
Jantung dapat membesar dan
terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
6.4
Anemia yang timbul karena
adanya hiper volemia disamping sintesis eritropoetik yang menurun.
7.
PROGNOSIS
-
Gejala fisik menghilang dalam
minggu ke-2 atau ke-3.
-
Tekanan darah umumnya menurun
dalam waktu 1 minggu.
-
Kimia darah menjadi normal pada
minggu ke-2.
-
Hematuria mikroskopis dan
makroskopis dapat menetap selama 4-6 minggu.
-
HJL (Diff Count) menunjukkan
kenaikan erotrosit untuk 4 bulan/lebih.
-
LED meninggi terus sampai
kira-kira 3 bulan.
-
Protein sedikit dalam urin dan
menetap untuk beberapa bulan.
-
Diperkirakan 95% akan sembuh
sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi
glomerulonefritis kronik.
8.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
LED meningkat.
-
Kadar Hb menurun sebagai akibat
hipervolemia (retenti garam dan air).
-
Pemeriksaan urin menunjukkan
jumlah urin menurun, Bj urine meningkat.
-
Hematuri makroskopis ditemukan
pada 50% pasien, ditemukan :
Albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder
leukosit, eritrosit, dan hialin.
-
Albumin serum sedikit menurun,
komplemen serum (Globulin beta- IC) sedikit menurun.
-
Ureum dan kreatinin meningkat.
-
Titer antistreptolisin umumnya
meningkat, kecuali kalau infeksi streptococcus yang mendahului hanya mengenai
kulit saja.
-
Uji fungsi ginjal normal pada
50% pasien.
9.
PENATALAKSANAAN
9.1 MEDIK
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan di glomerulus.
a.
Istirahat mutlak selama 3-4
minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.
b.
Pemberian penisilin pada fase
akyt.
Pemberian antibiotik ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi penyebaran
infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan
hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh
terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat imuntas yang menetap.
c.
Makanan pada fase akut
diberikan makanan rendah protein ( 1 gr/kg BB/hari) dan rendah garam (1
gr/hari).
Makanan lunak dinerikan pada
pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal kembali. Bila ada
anuria/muntah diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Komplikasi seperti
gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria maka jumlah cairan yang diberikan
harus dibatasi.
d.
Pengobatan terhadap hipertensi.
e.
Bila anuri berlangsung lama
(5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara
peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya.
f.
Diuretikum dulu tidak diberikan
pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (lasix)
secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
g.
Bila tidak timbul gagal
jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
9.2 KEPERAWATAN
a.
Istirahat mutlak selama 2
minggu.
b.
Pengawasan tanda-tanda vital
secara 3x sehari.
c.
Jika terdapat gejala dispnea/ortopnea
dan pasien terlihat lemah adalah kemungkinan adanya gejala payah jantung,
segera berikan sikap setengah duduk, berikan O2 dan hubungi dokter.
d.
Diet protein 1 gr/kg BB/hari
dan garam 1 gr/hari (rendah garam).
KONSEP ASKEP
1.
IDENTITAS
-
Terutama menyerang pada
golongan umur 3-7 tahun, lebih sering mengenai anak laki-laki dibanding wanita
dengan perbandingan 2:1.
-
Insiden jenis kelamin sama
dengan masa laten antara awitan infeksi kulit dan awitan nefritis 3 minggu atau
lebih lama. Da usia insiden mencapai puncak antara 2-6 tahun.
2.
RIWAYAT PENYAKIT
a.
Keluhan Utama : Nyeri
tumpul pada panggul.
b.
RPS : Nyeri
tumpul pada panggul, sakit kepala, anoreksia, mual, nokturia, proteinuria,
edema.
c.
RPD : Riwayat
infeksi streptokokus beta hemolitikus dan sistemi lupus eritomatosus atau
penyakit autoimun lain.
d.
Riwayat kesehatan keluarga.
3.
ADL
3.1
Kebutuhan nutrisi : Anoreksia, mual.
3.2
Kebutuhan eliminasi urine : Nokturia,
azutemia, hematuria, proteinuria.
3.3
Kebutuhan aktivitas sehari-hari : Kelemahan.
4.
PEMERIKSAAN FISIK
a.
Keadaan umum
Tekanan darah umumnya menurun dalam minggu ke-2 / ke-2,
kelelahan, tidak nafsu makan, suhu mungkin meningkat.
b.
Mata : Odem sekitar
mata.
c.
Dada : Jantung membesar ® kelainan dimiokardium dan hypertensi yang menetap.
Paru Irama nafas dispneu,
ortopneu, terdapat ronchi basah.
d.
Extremitas : Edema
di pergelangan kaki pada malam hari.
5.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
LED meningkat.
-
Kadar HB menurun.
-
Jumlah urin menurun, BJ urin
meningkat.
-
Albumin (+), eritrosit (++),
leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan lialin.
-
Albumin serum menurun (++).
-
Ureum & kreatinin
meningkat.
-
Titer anti streptolisin
meningkat.
6.
KEMUNGKINAN DX. KEP YANG MUNCUL
(Linda Duall Carpenito, Diagnosa Keperawatan, 2000 :533)
6.1.
Intoleran aktivitas yang
berhubungan dengan kekurangan dan/ atau disfungsi ginjal.
6.2.
Resiko kelebihan, volume cairan
berhubungan dengan retansi natrium dan air serta disfungsi ginjal.
6.3.
Resiko terjadi infeksi
berhubungan dengan depresi sistem imun.
6.4.
Kurang pengetahuan orang tua
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, perawatan di
rumah.
6.5.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.
6.6.
Perubahan pola eliminasi urin
yang berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih atau iritasi pada
kandung kemih.
6.7.
Kelelahan /fatique berhubungan
dengan anemia.
6.8.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan odema.
7.
INTERVENSI
7.1.
Dx. Kep I
-
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
-
Kriteria hasil
1.
Taat pada rencana aktivitas.
2.
tekanan darah dalam batas
normal tanpa dispneu dan kelemahan serta keluar protein secara berlebihan
dengan peningkatan aktivitas.
-
Intervensi
1.
Pantau kekurangan protein tubuh
yang berlebihan (proteinuria, albuminemia).
R/ : Protein merupakan salah satu sumber
energi bagi tubuh. Penurunan protein dalam tubuh akan menurunkan energi tubuh
dan menyebabkan kelemahan.
2.
Gunakan diet protein (1 gr/kg.
BB/hari) untuk mengganti kehilangan protein.
R/ : Tubuh memerlukan komposisi protein
yang konsisten dalam metabolismenya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
3.
Beri diet tinggi kalori, tinggi
karbohidrat.
R/ : Kalori dan karbohidrat merupakan
sumber energi/ ATP terbesar bagi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
4.
Anjurkan untuk tirah baring.
R/ : Tirah baring menurunkan kebutuhan
oksigen tubuuh dan mengurangi aktivitas yang memperberat kelemahan.
5.
Beri latihan selama pembatasan
aktivitas.
R/ : Meinngkatkan secara bertahap tingkat
aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus oto/ stamina tanpa kelemahan.
6.
Rencanakan cara progesif untuk
kembali pada aktivitas normal.
R/ : Saat inflamasi/ kondisi dasar
teratasi, pasien mungkin mampu melakukan aktivitas yang diinginkan kecuali
terjadi komplikasi.
7.2.
Dx. Kep II
-
Tujuan
1.
Menyebutkan faktor-faktor
penyebab dan metode-metode pencegahan edema.
2.
Memperlihatkan penurunan edema
perifer dan sakral.
-
Kriteria hasil
Tidak tampak tanda atau gejala kelebihan cairan ditandai
dengan berat badan stabil, status mental biasa, bunyi nafas normal, tidak ada
edema, dan hipertensi.
-
Intervensi
1.
Awasi denyut jantung.
R/ : Takidardia dan hipertensi terjadi karena kegagalan
ginjal untuk megeluarkan urine, pembatasan cairan dan perubahan sistem
renin-agiotensin.
2.
Catat pemasukan dan pengeluaran
akurat.
R/ : Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan
penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
3.
Awasi berat jenis urine
R/ : Berat jenis urine menunjukkan kemampuan ginjal
untuk mengkonsentrasikan/ meningkatkan urine.
4.
Timbang berat badan setiap
hari.
R/ : Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status
cairan terbaik, peningkatan BB> 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan.
5.
Auskultasi paru dan bunyi
jantung
R/ : Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dan
gagal jantung kongesti.
7.3.
Dx. Kep. III
-
Tujuan
1.
Memperlihatkan teknik cuci
tangan yang sangat cermat pada waktu pulang.
2.
Tidak mengalami tanda/ gejala
infeksi.
-
Kriteria hasil
1.
Suhu dan hasil laborat dalam
batas normal
2.
Bunyi nafas bersih
3.
Urine berwarna kuning jernih
4.
Kulit kering dan utuh
-
Intervensi
1.
Tingkatkan cuci tangan yang
baik pada pasien dan staf.
R/ : Menurunkan resiko
kontaminasi silang.
2.
Berikan perawatan kateter
rutin.
R/ : Menurunkan kontaminasi dan
resiko ASK asenden.
3.
Awasi tanda vital
R/ : Penmingkatan suhu, nadi dan
RR merupakan tanda peningkatan laju metabolik dan proses inflamasi.
4.
Dorong nafas dalam, batuk
afektif dan pengubahan posisi sering.
R/ : Mencegah elaktasis dan
memobilisasi sekret untuk menurunkan resiko infeksi paru.
5.
Kolaborasi awasi pemeriksaan
laborat, misal leukosit.
R/ : Peningkatan leukosit dapat
mengidentifikasikan infeksi umum.
7.4.
Dx. Kep. IV
-
Tujuan
1.
Menyatakan pemahaman kondisi/
proses penyakit/ prognosis dan pengobatan.
2.
Mengidentifikasi hubungan
tanda/ gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor
penyebab.
-
Kriteria hasil
Pasien dan/ atau orang terdekat mengungkapkan proses dan
progresifitas penyakit, perawatan di rumah, instruksi evaluasi.
-
Intervensi
1.
Kaji ulang proses penyakit,
prognosis dan faktor pencetus.
R/ : Memberikan dasar
pengetahuan dimana orang tua dapat membuat pilihan informasi.
2.
Jelaskan tingkat fungsi ginjal.
R/ : Pasien dapat mengalami
defek sisa pada fungsi ginjal yang mungkin sementara.
3.
Diskusikan masalah tentang
pemberian diet protein.
R/ : Metabolik yang terakumulasi
dalam darah menurunkan hampir secara keseluruhan dari metabolisme protein, bila
fungsi ginjal menurun protein mungkin dibatasi proposinya.
4.
Dorong orang tua untuk
mengobservasi karakteristik urine dan frekuensi pengeluaran.
R/ : Perubahan karakteristik dan
frekuensi urine dapat menunjukkan gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan dialisis.
7.5.
Dx. Kep. V
-
Tujuan
1.
Menunjukkan perilaku perubahan
pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai.
2.
Menunjukkan peningkatan BB
mencapai tujuan dengan nilai laborat normal dan bebas tanda malnutrisi.
-
Kriteria hasil
1.
Berat badan dalam batas normal
sesuai tinggi, umur.
2.
Kadar albumin protein total Hb,
Hb serum, dan zat besi dalambatas normal.
-
Intervensi
1.
Awasi pemasukan diet/ jumlah
kalori
R/ : Makan banyak sulit mengatur
bila pasien anoreksia.
2.
Bersihkan mulut sebelum makan
R/ : Menghilangkan rasa tak
enak sehingga dapat meningkatkan nafsu makan.
3.
Anjurkan makan pada posisi
duduk tegak
R/ : Menurunkan rasa penuh pada
abdomen da dapat meningkatkan pemasukan.
4.
Awasi berat badan secara
periodik
R/ : Berguna untuk mengukur
keefekti terapi dan dukungan cairan.
5.
Dorong makan sedikit dan sering
dengan makan tinggi kalori dan karbohidrat.
R/ : Memaksimalkan pemasukan
nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu/ kebutuhan energi dan menurunkann
iritasi gaster.
6.
Kolaborasi berikan obat
antimetik
R/ : Diberikan ½ jam sebelum
makan dana dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan.
7.6.
Dx. Kep. VI
-
Tujuan
Perubahan pola eiminasi dapat teratasi
-
Kriteria hasil
1.
Mampu mengungkapkan
pemahamannya mengenai keadaannya.
2.
Menden onstrasikan teknik/
perilaku untuk mencegah/ menurunkan infeksi.
-
Intervensi
1.
Catat frekuensi berkemih,
adanya berkemih yang tisak dapat ditahan.
R/ : Memberikan informasi
mengenai derajat gangguan eliminasi atau indikasi adanya infeksi saluran kemih.
2.
Anjurkan untuk minum yang
cukup, batasi minum selama sore menjelangn malam dan saat tidur.
R/ : Hidrasi yang cukup
meningkatkan pengeluaran urine dalam membantu dan mencegah infeksi.
3.
Anjurkan pasien untuk
mengobservasi sedimen/ marah dalam urine.
R/ : Merupakan indikasi adanya
infeksi yang memerlukan evaluasi/ pengobatan selanjutnya.
7.7.
Dx. Kep. VII
-
Tujuan
1.
Melaporkan perbaikan rasa
berenergi
2.
Berpartisipasi pada aktivitas
yang diinginkan
-
Kriteria hasil
1.
Hb dalam batas normal
2.
Wajah tidak pucat
3.
Sklera merah muda
-
Intervensi
1.
Kaji pola istirahat dan tidur
selama hospitalisasi
R/ : Menetukan derajat dari efek
ketidakmampuan
2.
Tirah baring 2-3 minggu
R/ : Mencegah kelebihan
berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan.
3.
Atur jadwal akticitas atau itervensi
yang tidak menyebabkan gangguan istirahat tidur.
R/ : Mengubah energi,
memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan/ normal.
4.
Berikan aktivitas bermain
sesuai dengan tingkat energi anak
R/ : Memberi tingkat latihan
anak sesuai dengan kemampuan
5.
Instruksikan orang tua untuk
memberikan intervensi sewakltu mau tidur seperti bercerita
R/ : Kehadiran orang tua dapat
membantu klien untuk merasa nyaman.
7.8.
Dx. Kep. VIII
-
Tujuan
1.
Mempertahankan kulit utuh.
2.
Menunjukkan perilaku/ teknik
untuk mencegah kerusakan/ cedera kulit.
-
Kriteria hasil
1.
Turgor kulit kembali dalam 1
detik
2.
Tidak ada odema
-
Intervensi
1).
Kaji odema dan tinggikan
ekstermitas jika “penting” odema ada.
R/ : Jaringan odema lebih cenderung rusak / robek.
2).
Kaji tanda dan gejala potensial
rusak / aktual kerusakan kulit.
R/ : Menandakan area sirkulasi buruk / kerusakan yang
dapat menimbulkan pemebtnukan dekubitas / infeksi.
3).
Pertahankan kebersihan
perseorangan, mandi setiap hari, penggunaan pelembab kulit dan ganti alat tenun
setiap hari.
R/ : Mandi menurunkan gatal, pelembab kulit untuk
mengurangi gatal.
4).
Instruksikan orang tua untuk
memberikan intervensi sewaktu mautidur seperti bercerita.
R/ : Kehadiran orang tua dapat membantu klien untuk
merasa nyaman.
8.
PELAKSANAAN
Melakukan implementasi sesuai dengan
intervensi dengan memegang prinsip sebagai berikut :
1).
Mempertahankan toleransi anak
terhadap aktivitas sehari-hari.
2).
Mempertahankan cairan tubuh
dalam batas normal.
3).
Mencegah terjadinya infeksi.
4).
Meningkatkan pengetahuan orang
tua terhadap penyakit anaknya.
5).
Memenuhi kebutuhan nutrisi
klien adekuat.
9.
EVALUASI
Dari setiap tindakan yang dilakukan secara paripurna
untuk mengatasi masalah keperawatan akan didapatkan hasil sebagai berikut :
1).
Tujuan tercapai / masalah
teratasi.
2).
Tujuan belum tercapai / masalah
belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suriadi, Yuliani Rita (2001), Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi I,
Fajar Inter Pratama, Jakarta.
2.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Jakarta,
EGC.
3.
L. Beta Gelly, A. Sowden Linda
(2002), Buku Keperawatan Pediati,
Edisi 3, Jakarta, EGC.
4.
Mansjoer, Arif, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3 Edisi
2, Jakarta, EGC.