Pendahuluan
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai
untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Istilah
akut (glomerulonefritis akut, GNA) mencerminkan adanya korelasi
kliniko-patologis selain menunjukan adanya gambaran tentang etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis1,2
Telah lama diketahui bahwa beberapa orang anak setelah
menderita scarlet fever,dapat mengalami edema dan hematuria
nyata, penyakit ini dikenal sebagai glomerulonefritis pascastreptokok. Sejak
adanya kemajuan di bidang antibioktik dan kesehatan masyarakat yang makin baik,
angka kejadian penyakit ini menurun drastis di Amerika Serikat. Tetapi di
negara-negara berkembang, glomerulonefritis pascactreptokok masih tetap
merupakan penyakit yang banyak menyerang anak. Untungnya penyakit ini merupakan
penyakit yang bersifat self-limiting pada sebagian besar anak
dengan kesembuhan yang sempurna, meskipun pada sebagaian kecil dapat
mengakibatkan gagal ginjal akut1
Penyakit ini adalah
contoh klasik dari sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak dari hematuria
makroskopis, edema, hipertensi dan insuffisiensi ginjal. Dulu, penyakit ini
merupakan penyebab tersering hematuria makroskopis pada anak, tetapi
frekuensinya menurun selama beberapa dekade terakhir dimana nefropati-IgA
sekarang merupakan penyebab hematuria makroskopis yang paling
lazim. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang timbul mendadak,
hipertensi, hematuri, oliguri, GFR menurun, insuffisiensi ginjal3
Epidemiologi
Di Indonesia tahun
1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama sebagai penyebab penyakit ginjal
tahap akhir dan meliputi 55% penderita yang mengalami hemodialisis4
Insidens tidak dapat diketahui dengan tepat,
diperkirakan jauh lebih tinggi dari data statistik yang dilaporkan oleh karena
banyaknya pasien yang tidak menunjukkan gejala sehingga tidak terdeteksi.
Kaplan memperkirakan separuh pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok pada
suatu epidemi tidak terdeteksi1,2
Glomerulonefritis akut pascastreptokok terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah dan jarang menyerang anak di bawah
usia 3 tahun. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Hasil penelitian multicentre di Indonesia pada tahun 1988,
melaporkan terdapat 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12
bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%)
dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 1,3:1
dan terbanyak menyerang anak pada usia antara 6-8 tahun (40,6%). Penyakit
ini lebih sering terjadi pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi1
Etiologi
Glomerulonefritis pascastreptokok didahului oleh
infeksi Streptococcus β- hemolyticusgrup A jarang oleh streptokokus
dari tipe yang lain. Hanya sedikit Streptococcus β-hemolyticus grup
A bersifat nefritogenik yang mampu mengakibatkan timbulnya glomerulonefritis
pascastreptokokus. Beberapa tipe yang sering menyerang saluran napas adalah
dari tipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 dan yang menyerang kulit adalah tipe M49, 55,
57, 601,2
Glomerulonefritis akut pascastreptokokus menyertai
infeksi tenggorokan atau kulit olehstrain “nefritogenik” dari streptococcus
β-hemolyticus grup A tertentu. Faktor-faktor yang memungkinkan bahwa
hanya strain streptokokus tertentu saja yang menjadi “nefritogenik” tetap belum
jelas. Selama cuaca dingin glomerulonefritis streptokokus biasanya menyertai
tonsilofaringitis streptokokus, sedangkan selama cuaca panas glomerulonefritis
biasanya menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus. Epidemi nefritis
telah diuraikan bersama dengan infeksi tenggorokan (serotipe 12) maupun infeksi
kulit (serotipe 49), tetapi penyakit ini sekarang paling lazim terjadi secara
sporadik1,2
Penyakit infeksi lain
yang juga dapat berhubungan ialah skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses
peritonsiler dan bahkan infeksi kulit. Jasad reniknya hampir selalu streptokok
beta hemolitik golongan A, dan paling sering ialah tipe 12. Strain nefritogenik
lain yang dapat ditemukan pula ialah tipe 4, 47, 1, 6, 25 dan Red Lake (49)1,2,5
Periode antara
infeksi saluran nafas atau kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan
glomerulus dinamakan periode laten. Periode laten ini biasanya antara 1-2
minggu, merupakan ciri khusus dari penyakit ini sehingga dapat dibedakan dengan
sindrom nefritik akut karena sebab lainnya. Periode laten dari infeksi kulit
(impetigo) biasanya antara 8-21 hari
5
5
Patologi
Makroskopik
Ginjal pada
glomerulonefritis akut membesar secara simetris hingga meregang, mudah
terkelupas, berpermukaan licin, dan berwarna merah tengguli disertai
bercak-bercak perdarahan fokal. Gambaran korteks tampak sembab dan melebar,
korteks dan medula berbatas jelas1,2,4
Glomerulus dapat
terlihat sebagai titik-titik putih kelabu, kadang-kadang terdapat daerah-daerah
merah fokal. Piramida-piramida dan pelvis kongestif atau normal1,2,6
Mikroskopik
Dari pemeriksaan
secara mikroskopis, hampir semua glomerulus yang terkena memperlihatkan
gambaran pembesaran dan hiperselularitas, sehingga dinamakan sebagaiglomerulonephritis
acuta proliferativa. Belum ada kesepakatan mengenai jenis sel yang berproliferasi,
kemungkinan ialah endotelial, mesangial atau sebukan sel monokleus. Sebukan
leukosit polimorfonukleus mungkin ada. Akibat proliferasi sel, lumen
kapiler-kaliper tersumbat, dan glomelurus seolah-olah menjadi avaskuler.
Kadang-kadang dapat pula ditemukan trombus dalam kapiler-kaliper. Sekali-kali
tampak nekrosis fibrinoid dinding kapiler. Dalam ruang Bowman kadang-kadang
dapat ditemukan banyak eritrosit. Selain eritrosit, ruang Bowman berisi
endapan protein dan leukosit. Proliferasi sel epitel mungkin juga ada, tetapi
hanya ringan, kadang-kadang dengan pembentukkan bulan sabit (crescent)
dan mungkin terjadi perlekatan antara gelung glomerulus dan simpai Bowman.
Membrana basalis kapiler dapat menunjukkan penebalan fokal1,2,4
Tubulus menunjukkan vakuolisasi
lipoid dan pembentukkan “hyaline-droplet”dalam sel epitel dan
dilatasi tubulus proximalis. Dalam tubulus dapat ditemukan berbagai torak (cast).
Pada bentuk nekrotik dan hemoragik ditemukan torak eritrosit yang berdegenerasi
dalam tubulus distalis2,4
Interstisium bersebukan leukosit polimorfonukleus atau sel
mononukleus dan menunjukkan edema setempat. Pembuluh darah arteri
dan arteriol tidak menunjukkan kelainan jelas4,6
Patogenesis
Glomerulonefritis pascastreptokok dapat terjadi
setelah radang tenggorok dan jarang dilaporkan bersamaan dengan demam reumatik
akut. Berdasarkan hubungannya dengan infeksi streptokokus, gejala klinis, dan
pemeriksaan imunofluoresensi ginjal, jelaslah kiranya bahwa glomerulonefritis
pascastreptokokus adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan proses
imunologis. Meskipun secara umum patogenesis glomerulonefritis telah
dimengerti, namun mekanisme yang tepat bagaimana terjadinya lesi glomerulus,
terjadinya proteinuria dan hematuria pada glomerulonefritis pascastreptokokus
belumlah jelas benar. Pembentukan kompleks-imun bersirkulasi dan pembentukan
kompleks-imun in situ, telah ditetapkan sebagai mekanisme
patogenesis glomerulonefritis pascastreptokok. Hipotesis lain yang sering
disebut-sebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus
yang mengubah IgG endogen sehingga menjadi “autoantigenik”. Akibatnya
terbentuklah autoantibody terhadap IgG yang telah berubah
tersebut, yang mengakibatkan pembentukan kompleks imun bersirkulasi, yang
kemudian mengendap dalam ginjal2,7
Adanya periode laten
antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus
menunjukan bahwa proses imunologis memegang peranan penting dalam patogenesis
glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok merupakan salah satu
contoh dari penyakit kompleks-imun1,2,4
Pada penyakit
kompleks-imun, antibodi tubuh (host) akan bereaksi dengancirculating
antigen dan komplemen yang beredar dalam darah untuk membentukcirculating
immunne complexes. Pembentukkan circulating immunne complexes ini
memerlukan antigen dan antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi antigen harus
lebih banyak atau antibodi lebih sedikit. Antigen yang bersirkulasi dalam darah
bersifat heterolog baik eksogen maupun endogen. Kompleks-imun yang beredar dalam
darah dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat akan menempel/melekat pada
kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses kerusakan mekanis melalui aktivasi
sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.
Patofisiologi
Patofisiologi pada
gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler
glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis
terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria2
2. Edema
Mekanisme
retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan onkotik
plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju
filtrasi glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya,
mungkin akibat kelainan histopatologis
(pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi
kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis),
akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini
diperberat oleh pemasukan garam natrium
dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma,
ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema1,2,7
3. Hipertensi
a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium
homeostasis)
Gangguan
keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi ringan dan
sedang.
b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron
biasanya pada hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan
obat-obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi.
c. Substansi renal medullary hypotensive
factors, diduga prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini
menyebabkan hipertensi2
4. Bendungan Sirkulasi
Bendungan
sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik akut, walaupun
mekanismenya masih belum jelas.
Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan
dalam kepustakaan-kepustakaan antara lain:
a. Vaskulitis umum
Gangguan
pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda kelainan patologis dari
glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisial dan menjadi edema.
b. Penyakit jantung hipertensif
Bendungan
sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang dapat terjadi
pada glomerulonefritis akut.
c. Miokarditis
Pada
sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahan-perubahan
elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik
standar maupun precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak spesifik
ini mungkin berhubungan dengan miokarditis.
d. Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal
jantung
Hipotesis
ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan cardiac
output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini
akibat retensi natrium dan air1,2,4
Gejala Klinis
Gejala klinis
glomerulonefritis akut pasca streptokok sangat bervariasi, dari keluhan-keluhan
ringan atau tanpa keluhan sampai timbul gejala-gejala berat dengan bendungan
paru akut, gagal ginjal akut, atau ensefalopati hipertensi7
Kumpulan gambaran klinis
yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal dengan sindrom nefritik akut.
Bendungan paru akut dapat merupakan gambaran klinis dari glomerulonefritis akut
pada orang dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada pasien anak-anak,
ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran klinis pertama.
1. Infeksi Streptokok
Riwayat
klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit
(impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi
glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran
nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar
5-10%.
2. Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis
akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan ciri khusus. Keluhan-keluhan
seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat
ditemukan pada setiap penyakit infeksi.
3. Keluhan saluran kemih
Hematuria
makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien.
Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran
kemih bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis. Oligouria atau anuria
merupakan tanda prognosis buruk pada pasien dewasa.
4. Hipertensi
Hipertensi
sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien.
Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat
diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan
atau tanpa ensefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
5. Edema dan bendungan paru akut
Hampir
semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau pergelangan kaki
bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat
dan progresif, edema ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai
dengan asites dan efusi rongga pleura1,2,7
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:
· Gagal ginjal akut
· Kongesti sirkulasi dan hipertensi
· Hiperkalemia
· Hiperfosfatemia
· Hipokalsemia
· Asidosis
· Kejang-kejang
· Uremia
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu
dicurigai pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul
mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus
secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai
glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA
dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan
gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas
seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik
pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitis (synpharyngetic
hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria
timbul 10 hari setelah faringitis, sedangkan hipertensi dan sembab jarang
tampak pada nefropati-IgA1,2,4
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan
gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal
ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut
adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus dan
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis
akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit2,7
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai
+4), hematuria, kelainan sedimen urin dengan eritrosit dismorfik, leukosituria
serta torak seluler, granular dan eritrosit. Kadang-kadang kadar ureum dan
kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia,
asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tanpak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindrom nefrotik. Komplemen hemolitik total
serum (total hemolytic complement) dan C3 rendah pada hampir semua
pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit,
sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan
adanya aktivasi jalur alternatif komplemen. Penurunan C3 sangat mencolok pada
pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan kadar antara 20-40 mg/dl
(harga normal 50-140 mg/dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengan parahnya
penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen akan mencapai harga normal kembali
dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosis, karena pada
glomerulonefritis yang lain (glomerulonefritis membrans proliferatif, nefritis
lupus) yang juga menunjukkan penurunan kadar C3, ternyata berlangsung lebih
lama1,2
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan
penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat
pulih). Sindrom nefrotik dan proteinuria masif lebih jarang terlihat pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis
kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker)
yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan
glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal
dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan
pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada
glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain
non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif.
Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi
ginjal untuk menegakkan diagnosis, tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal
dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi
merupakan indikasi1,2
Konfirmasi diagnosis memerlukan bukti yang jelas akan
adanya infeksi streptokokus. Dengan demikian, biakan tenggorokan positif dapat
mendukung diagnosis atau mungkin hanya menggambarkan status pengidap. Untuk
mendokumentasi infeksi streptokokus secara tepat, harus dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi terhadap antigen streptokokus. Meskipun biasanya
paling banyak diperoleh, penentuan titer Anti Sterptolisin Titer O (ASTO)
mungkin tidak membantu karena titer ini jarang meningkat pascainfeksi
streptokokus kulit. Titer antibodi tunggal yang paling baik diukur adalah titer
terhadap antigen DN-ase B. Pilihan lain adalah uji Streptozime (Wampole
Laboratoris, Stamford, Ct), suatu prosedur aglutination slide yang
mendeteksi antibodi terhadap streptolisin O, DN-ase B, hialuronidase,
streptokinase, dan NAD-ase1
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan
melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah
diberikan antimikroba. Bebarapa uji serologis terhadap antigen streptokokus
dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti DN-ase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap
beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolisin O meningkat pada 75-80 %
pasien dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan faringitis,
meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O.
Sebaiknya serum di uji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila
semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90 % kasus menunjukkan adanya infeksi
streptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut
pascastreptokok atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang
lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi,
meskipun terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat
memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena
infeksi streptokokus tersebut. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien
penting untuk menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan2,4
Krioglobulin juga ditemukan dalam glomerulonefritis
akut pascastreptokok dan mengandung IgG, IgM dan C3. Kompleks-imun bersirkulasi
juga ditemukan pada glomerulonefritis akut pascastreptokok. Tetapi uji tersebut
tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien1
Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
·
Istirahat pada fase akut, misalnya bila terdapat GGA,
hipertensi berat, kejang, payah jantung
·
Diet kalori adekuat terutama karbohidrat untuk
memperkecil katabolisme endogen dan diet rendah garam
Medikamentosa
· Penisilin prokain 50.000 U/kgbb/kali i.m. 2x/hr
· Penisilin V 50 mg/kgbb/hr p.o. 3 dosis
· Eritromisin 50 mg/kgbb/hr p.o. 4 dosis
· Bila disertai hipertensi
Ø Ringan (130/80 mmHg) : tidak diberi anti
hipertensi
Ø Sedang (140/100 mmHg) : Hidralazin i.m. / p.o.
atau Nefidipin sublingual
Ø Berat (180/120 mmHg) : Klonidin drip /
Nefidipin sublingual
· Bila ada tanda hipervolemia (edema paru, gagal
jantung) disertai oligouria beri diuretik kuat (furosemid 1-2 mg/kgbb/kali)7
Prognosis
Pencegahan
Kesimpulan
Glomerulonefritis
akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu, yang bersifat akut spesifik dan sembuh sendiri. Timbul akibat susulan
dari infeksi faring atau kulit oleh strain nefritogenik streptococcus
hemolitikus grup A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49.
Sindrom ini ditandai
dengan timbulnya edema yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, LFG
menurun, insuffisiensi ginjal.
Prognosa GNA pasca
streptokokus pada anak 95% sembuh dengan sempurna
No comments:
Post a Comment